Minggu, 05 Februari 2012

Artikel "Membentuk karakter"


Membentuk Mahasiswa Satun Berahlak dan Berprestasi

Oleh : Nor Hidayat

Melihat beberapa kejadian kerusuhan yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa diberbagai penjuru tanah air membawa keprihatinan yang mendalam dimata pendidikan dewasa ini. Keprihatinan itu muncul ketika kerusuhan atau kekerasan menjadi cara yang utama untuk menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di kalangan mahasiswa. Hal ini perlu ditemukan akar penyebab terjadinya kesalahan dalam proses perwujudan nilai pendidikan.

Apa sebenarnya yang terjadi pada mahasiswa yang suka mengedepankan kekerasan dalam menyampaian aspirasi? Tentu banyak faktor yang dapat menjawab hal ini, diantaranya faktor-faktor tersebut adalah faktor moral nilai ahlak yang mulai luntur dari diri mahasiswa sekarang ini. Mahasiswa terpaku dengan transfer pendidikan akademik sehingga sedikit banyak akan mempengaruhi tindakan dan tingkah laku di sekitarnya.

Menjadi mahasiswa yang mempunyai ahlak mulia, sopan santun, dan keberagamaan yang kuat akan membentuk power kekuatan dalam diri mahasiswa, sekaligus dapat membangun kepribadian mahasiswa yang mampu menggabungkan kemampuan akademik dengan nilai budi pekerti yang satun.

Mahasiswa yang mempunyai power kuat adalah mahasiswa yang mempunyai dua keping pegangan, istilah keping ini digunakan untuk mendiskripsikan pegangan yang harus dimiliki dalam diri setiap mahasiswa. Keping yang pertama adalah keping kanan yang mempunyai cakupan ahlak budi pekerti, kesopanan, ibadah dan sikap taqwa kepada Allah. Sedangkan keping kiri yakni pegangan yang mempunyai esensi akademik, perkuliahan, prestasi dan pendidikan. Jika kedua keping ini bergabung menjadi satu dan dijadikan pegangan bagi semua mahasiswa maka tidak akan lagi aksi-aksi mahasiswa yang berujung dengan kerusuhan atau kekerasan.

Maka dengan istilah keping yang dikemukanakan diatas akan membentuk generasi mahasiswa yang tak hanya pandai dalam bidang akademik namun juga pandai dalam menyukuri nikmat Allah dengan cara beribadah, tingkah laku yang santun, menghormati guru-gurunya atau dosen-dosennya, sehingga akan terwujud juga generasi yang soleh solehah tetap berintelektual berahlak dan santun.

Jejak Perjuangan di Museum R.A. Kartini Jepara


Jejak Perjuangan di Museum R.A. Kartini Jepara
Jepara, 13 Januari 2012/ 15:10
Genta kesetaraan gender mulai dikemukaan di bumi Jepara oleh Kartini, sejarah singkat mengungkapkan Kartini adalah wanita yang merintis emansipasi wanita. Kartini lahir di dukuh Mayong Kabupaten Jepara 1879, dari seorang Ibu bernama M.A. Ngasiah dan Ayah R.M.P Sosrokartono yang juga kala itu menjabat sebagai bupati Japara.

Sejak umur 16 tahun R.A. Kartini sudah nampak menggeliatkan perjuangan terhadap kesejajaran kaum wanita. Lahir di lingkungan bangsawan dijadikannya modal strategis untuk melawan ketertindasan kaumnya. Tak heran jika kepandaiannya itu menghasilkan kemerdekaan bagi kaum wanita yang luar biasa, melalui tulisan tangannya yang masih tersimpan di museum R.A. Kartini Jepara semakin membuktikan perjuangan Kartini yang pantang menyerah hingga akhir hidupnya,
18 November 1903 R.A. Kartini menikah dengan bupati Rembang Raden Mas Adipati Aryo Joyodiningrat atas perjodohan Ayahandanya R.M.P Sosrokartono, namun lagi-lagi atas kepandaian R.A Kartini pernikahan tersebut menghasilkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh bakal suaminya Raden Mas Adipati Aryodiningrat sebelum dan sesudah prosesi pernikahan. Syarat tersebut diantaranya yakni Kartini menginginkan wanita-wanita dikawasan Jepara dan Rembang harus bisa sekolah seperti kaum laki-laki.
Sebelas bulan Kartini menjalankan bahtera rumahtangga bersama R.M.A Aryo Joyodiningrat, dan sebelas bulan pula akhir rumah tangganya bersama sang Bupati, tepat tanggal 17 September 1904 R.A Kartini meninggal dunia sesaat setelah empat hari melahirkan anak pertamananya.
Jejak perjuangan R.A Kartini itupun hingga kini masih terkoleksi apik dalam bingkai “Musium R.A Kartini”, atas perjuangan serta jasa-jasa Kartini itu lah pemerintah kabupaten Jepara mendirikan bangunan museum pada tanggal 30 Maret 1975 dan diresmikan langsung oleh Jenderal TNI Soeharto pada tanggal 21 April 1977.  Museum yang sudah berumur 35 sampai sekarang masih mendapat dana perawatan dari pemerintah kota Jepara, dan hingga sekarang dapat merawat koleksi benda-benda bersejarah di Jepara  berjumlah 300 buah, diantaranya yakni mesin jahit dan satu set kursi tamu yang digunakan oleh R.A Kartini kala itu dan masih banyak lagi koleksi benda-benda peninggalan R.A. Kartini yang tersimpang di museum R.A Kartini. 
Museum yang mempunyai empat bagian ruangan tersebut menyajikan beberapa koleksi yang terkategori atas ruang, ruang pertama berisi benda-benda peninggalan R.A. Kartini berupa foto-foto, prabot rumah, dan tulisan tangan R.A Kartini, dalam kutipan tulisan tersebut ada yang cukup menarik untuk di baca dan diresapi yakni tulisan yang terpampang di meja kaca yang berbunyi “Kemenangan yang seindah-indahnya dan sesukar-sukarya yang boleh direbut oleh manusia ialah kedudukan dari sendiri” tulisan yang ketika kita telusuri ada pada diri bangsa kita.

Ruang ke dua berisi benda-benda peninggalan Drs. R.M. Panji Sosrokartono yang tak lain adalah kakak dari R.A Kartini.

Alat kesenian. Musium K.JPR
Berlanjut keruang tiga yakni menyajikan benda-benda purbakala, arkeologi, kramik, tulang ikan raksasa “Joko Tuwo” yang menjadikan menarik dari tulang ini yakni panjangnya yang mencapai lebih dari 16 meter, sedang ruang rerakhir yakni ruang keempat berisi koleksi kerajianan Jepara, ukir-ukiran, keramik, anyaman bambu serta rotan, alat tranportasi tempo dulu, dan mata uang koin tahun 1945.
Museum yang setiap harinya buka pukul 08:00WIB dan tutup pukul 16:00 WIB ini berada di tengah-tengah kota Jepara. Jalan alun-alun  No. 1 Jepara, lebih tepatnya yakni sebelah barat daya pendopo kabupaten Jepara Jawa Tengah.

Meja Rias kartini. M.K. JPR
Untuk bisa menikmati benda-benda bersejarah di museum R.A. Kartini di Kabupaten Jepara Jawa Tengah, pengunjung diwajibkan membayar retribusi yang terkategori atas pengunjung dewasa dan pengunjung anak-anak, dengan rincian sebagai berikut; Untuk hari hari Senin sampai hari Jum’at pengunjung dewasa ditarik biaya retribusi sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) dan anak-anak sebesar Rp. 1.500,- (seribu lima ratus rupiah). Sedangkan untuk hari Sabtu, Minggu, dan hari libur Pengunjung dewasa diwajibkan membayar kontribusi sebesar Rp.3.000,- (tiga ribu rupiah) dan untuk pengunjung anak-anak sebesar Rp.2.000,- (dua ribu rupiah) cukup murah jika dibandingkan dengan nilai sejarah dan pendidikan yang ada di museum R.A Kartini.
Tujuan didirikannya museum R.A Kartini di kabupaten Jepara ini adalah untuk mendemostrasikan dan memamerkan peninggalan berupa benda-benda atau karya tulis R.A. Kartini, menvisualkan kehidupan (Beografi) R.A. Kartini, penelitian ilmiah, tempat menikmati hasil karya seni, mejadikan museum sebagai objek wisata, dan menujang kegiatan dibidang pendidikan. Bugitulah kurang lebih penjelasan dari Abdul Latif guide di Musium R.A Kartini saat diberi pertanyaan.
Menurut Abdul Latif  banyak pengunjung musium yang berasal dari beberapa kota di Jawa Tengah dan Jawa Barat diantaranya  Solo, Salatiga, Klaten, Jogja dan Cikampek dengan mayoritas rombongan anak-anak sekolah, mulai  dari TK sampai SMA. Pada saat musim liburan pengunjung bisa mencapai ratusan orang perminggu, dan tercatat keramaian itu terdapat pada bulan Juli, Juni, April, dan musim  liburan lainnya.(Red Nor Hidayat)
Narasumber

Foto bersama Narabumber/guide M.K
Nama               : Abdul Latif
Jabatan             : Pemandu/Guide museum R.A. Kartin
Tempat/Tgl L  : Jepara, 19  November 1984



















Selasa, 20 Desember 2011

Feature Traveling

Mencari Jejak kedahsyatan Merapi

Sempat mengamuk 1 tahun yang lalu dan meminta tempat untuk membuang isi perutnya, kini sang Merapi terlihat berdamai bersama alam.

Hamparan lautan debu vulkanik terhampar begitu luas disepanjang jalan di lereng gunung merapi, bau belerang sesekali tercium, Tak satupun pohon berdiri dengan tegak, semua pohon-pohon terlihat gosong, satupun tanaman tak ada yang tersisa semua terlibas oleh dahsyatnya awan panas yang meluncur dari mulut merapi, bahkan kedahsyatannya dapat menghancurkan rumah-rumah dan memelehkan apapun yang berani menantangnya.



Tanggal 7 November 2011. Saya mulai mencari jejak-jejak amukan Merapi, Untuk pertama kalinya menginjakkan kaki diatas debu-debu kematian, terlihat dengan jelas rumah Mbah Marijan yang tak tersisa sedikitpun dan rata dengan tanah. Sehingga hanya diberi patok bertulis “Rumah Almarhum Mbah Marijan” tokoh juru kunci Merapi yang akhir hidupnya tewas saat “Wudhus Gembel” menyapu dusunnya.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh erupsi merapi 2010 terlihat sangat jelas, sejauh mata memandang hanya terlihat pohon-pohon yang merangas karena terbakar awan panas, bahkan beberapa tiang listrik pun ikut tumbang disisih jalan. Kegarangan merapi kali ini membawa naluri saya untuk mengetahui sejarah merapi yang mempunyai siklus erupsi setiap lima tahun sekali, dalam catatan sejarah erupsi merapi 2011 merupakan erupsi yang paling dahsyat selama sepanjang tahun 30 tahun terakhir, Gunung merapi yang berada diantara propinsi Jawa Tengan dan Yogyakarta sudah ada sejak 1000 tahun yang lalu. Menurut keterangan di


Wikipedia menjelaskan sejak tahun 1548 gunung Merapi sudah meletus 69 kali, letusan-letusan terjadi setiap 2-3 tahun sekali, dan yang paling berar sekitar 10-15 tahun. Dalam catatan sejarah Merapi meletus pada tahun 1006, 1786, 1822, 1872,1930, letusan besar pada tahun 1006yang menutupi pulau jawa, letusan tahun 1930 menghancurkan 13 Desa dan menewaskan 1400 orang. Novenber 1994 Merapi meminta korban puluhan jiwa manusia. Tanggal 19 Juli 1998. Pada tanggal 15 Mei 2006 gunung Merapi meletus lagi Tahun 1998. Dan catatan terakhir Merapi meletus pada tanggal 26 Oktober 2010 puluhan jiwa meninggal dunia termasuk penjaga setia Merapi Mbah Marijan.

Pesona merapi mulai tertutup oleh kabut tebal yang menyelimuti puncaknya, cuaca yang tidak mendukung semakin memaksa untuk menelusuri daerah-daerah bekas amukan “Wedhus Gembel” begitu masyarakat di lereng merapi menyebut awan panas yang keluar dari mulut Merapi, suasana dingin di lereng Merapi tak menyurutkan niat untuk melihat onggokan bangkai-bangkai mobil yang pernah mewah. Satu diantara bagkai mobil-mobil tersebut adalah milik salah seorang wartawan Vivanews bernama Yuniawan Wahyu Nugroho yang ikut tewas. bersama Mbah Marijan dalam erupsi Merapi tersebut, Seorang jurnalis yang tetap setia dalam pengorbanan dan didikasihnya terhadap pekerjaannya, menurut berita yang disampaikan Vivanews jasat Yuniawan Wahyu Nugroho ditemukan di dusun Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, Yogyakarta dan itu berjarak dari merapi hanya sekitar 4 Kilometer.




Feature Autobiografi

Sederhana dalam berjalan di atas daun kehidupan

Entah dengan menangis atau-kah tampa menagis ketika saya dilahirkan kedunia oleh seorang perempuan bernama Indasah, perempuan yang saat ini berumur 45 tahun, lahir di malam Senin pon, 20 oktober 1990 di dusun  Menganti kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.

Hari yang saya kira membahagiakan bagi kedua orang tua manapun ketika melihat anaknya lahir dengan keadaan sehat, perasaan itu mungkin yang dirasakan oleh kedua orang tua saya Indasah dan Anwar Mahadi. Maka saat itulah kedua orang tua saya memberi nama yang penuh makna Nor Hidayat, sebuah nama yang mempunyai harapan besar untuk menjadi seseorang yang bermanfaat di masyarakat.  

Lahir dalam keadaan yang sederhana pendidikan tak lantas terabaikan, orang tua yang sadar betul akan pentingnya pendidikan sehingga memaksa saya melanjutkan pendidikan  di program pendidikan keguruan di program pendidikan bahasa dan satra Indonesia di universitas ahmad dahlan, studi yang lingkupnya umum. 
Lingkungan yang bernafaskan religius membawa saya ke dunia pesantren, sejak kecil pendidikan agama telah ditanamakan secara reguler kedalam kehidupan saya setiap hari, usia 6 tahun saya masuk di Madrasah Ibtidaiyah Darul Hikmah, kemudian becatatrlanjut di Madrasah Tanawiyah Darul Hikmah dan terakhir di Madrasah Aliyah Darul Hikmah. Pendidikan yang sejak dini ditanamkan oleh kedua orang tua saya membuat saya mempunyai pijakan kuat dalam meneruskan pendidikan di sebuah perguruan tinggi di universitas ahmad dahlan Yogyakarta. Tahun 2009 saya tercatat sebagai mahasiswa di program studi pendidikan bahasa dan sastra indonesia.

Sebuah perjalanan yang panjang dalam meraih pengalaman hidup, saat ini saya tercatat sebagai anggota HMPS PBSI sebuah organisasi yang bergerak pada kegiatan mahasiswa. Tahun 2009 saya masuk di organisasi KRESKIT, Sebuah organisasi yang bergerak dibidang jurnalistik kampus, sementara itu diluar kegiatan kampus atau organisasi luar kampus, saya juga masuk di organisasi antar kampus menjadi wakil dari delegasi Al Khidmah Kampus Jogjakarta di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Al khidmah kampus adalah oraganisasi yang bergerak di bidang keagamaan yang kegiatanya adalah berkumpul dan berdo’a bersama mahasiswa-mahasiswa antar kampus Jogjakarta (UGM,UPN,UII,UNY,UIN SUKA,UAD,UMY,UTY) mendo’akan orang tua, guru-guru, dan para dosen yang telah mendidik dan membina menjadi insan yang beriman, berintelektual.

Sementara itu disela-sela kegiatan kampus dan oraganisasi kampus, saya juga bekerja disalah satu warung internet dijalan pramuka sebagai operator sistem tak besar gaji yang dapat saya terima dari sebuah pekerjaan sebagai OP di warung internet, namun pengalaman berharga selama 2 tahun selama bekerja membawa saya belajar arti kehidupan yang sebenarnya, dari susahnya mencari atau mendapatkan sebuah uang untuk kehidupan.
Saat ini saya sering menulis berita, artikel, puisi, cerpen di media cetak “Buletin Kreskit” yang diterbitkan setiap minggu pertama awal bulan, sebuah tantangan besar yang saya rasakan belajar menulis dan menemukan wadah yang tepat untuk mencurahkan hobi saya menulis. (NH)

Feature Human Interest

Rahmad K. Satpam yang Tegas, Namun Tak  Beringas

Menjadi satpam mungkin tak perah terlintas sedikitpun dalam diri Rahmad ketika masa kecilnya dulu “Saya dulu tak mempunyai banyak harapan, bahkan berfikir untuk menjadi satpam” ujar pria lajang yang ditemui disela-sela kesibukannya memeriksa kendaraan yang hendak keluar area parkir.
Dibalik tubuh kekar dan pentungan yang selalu akrab terlihat melekat pada dirinya, ternyata satpam yang lahir di Kasihan Bantul ini mempunyai didikasih yang kuat dalam pekerjaannya.  

“Mengabdi untuk Muhamadiyah adalah gairah tersendiri” tegas pria yang lahir 31 yang silam itu. Sebelum bekerja menjadi satpam Rahmad begitu akrab panggilannya sempat mencicipi berbagai pekerjaan. Setelah lulus dari SLTA dia sempat bekerja menjadi teknisi disebuah perusahaan yang bergerak di Perindustrian, namun tak lama Rahmad keluar dan memilih masuk di Perusahan jasa pengiriman, pekerjaan itu pun masih belum cocok dengan dirinya. Akhirnya ajakan temannya membawa Rahmad mengikuti pelatihan satpam di Mako Brimob Polda DIY.
Setelah lulus dari diklat satpam tak lantas pekerjaan datang begitu saja. Rahmad mengirim 20 surat lamaran pekerjaan ke berbagai instansi atau perusahan, dan hanya satu panggilan. Setelah diterima dan berkerja sebagai satpam di UMY selama 3 tahun. Akhirnya Rammad mengundurkan diri karena faktor kenyamanan.
Bulan Desember 2009 Rahmad melamar pekerjaan di UAD, setelah melalui tahap seleksi akhirnya Rahmad diterima menjadi satpam kontrak di UAD. Walaupun begitu Rahmad mengaku nyaman bekerja di UAD “lingkungan yang kondusif dan bias berkumpul dengan orang-orang berintelektual tinggi bisa mempengarui diri saya” tandasnya ketika dimintai alasan  kenapa betah bekerja di UAD.
Pria yang gemar merawat burung merpati latih itu mempunyai perjalanan terjal semenjak masih kecil, kehidupan yang serbah apa adanya membuat Rahmad harus bisa pandai-pandai membiayai sekolahnya, “Sudah lulus SMA saja sudah Almahdulillah” ujarnya. Rahmad dilahirkan dari keluarga biasa mempunyai 6 saudara, bahkan untuk mencukupi biaya sekolahnya Rahmad harus menggembala dua ekor kambing setiap pulang sekolah. Saat itulah Rahmad benar-benar merasa kehidupan yang sangat berat dan sulit, namun berkat keinginannya yang keras untuk bisa selesai SMA akhirnya menghantarkan dirinya seperti sekarang menjadi satpam di perguruan tinggi Muhamadiyah “Setidaknya bisa terpengarus kalo kumpul dengan orang-orang pintar” tandasnya.
Masa sulit yang dialami oleh Rahmad menjadi cermin keterbatasan bukan menjadi penghalang, justru akan menjadi pelecut semangat untuk meraih apa yang diinginkan atau apa yang dicita-citakan. Pemuda yang lahir Juni 1980 juga aktif diorganisasi pemuda Muhamadiyah di kecamatan, ketertarika Rahmad terhadap organisasi juga sudah dilatih ketika masa sekolahnya. Menjadi pemuda karang taruna adalah kesibuakannya dia dulu.

Buah dari kerja kerasnya akhirnya dibayar mahal awal bulan Desember  2009 Rahmad mengawali pekerjaannya dan mengapdi di kampus II UAD “yang penting nyaman soal gaji itu belakangan” ujarnya sambil sedikitik tertawa kecil. Dalam bekerja Rahmad mengutamakan kenyamanan, seperti yang sudah-sudah dalam bekerja Rahmad selalu tidak betah dan akhirnya keluar jika tidak nyaman dalam suatu pekerjaan “Alhamdulillah saya betah disini, harapannya saya juga akan diangkat menjadi satpam tetap disini” tegasnya.
Disinggung soal gaji Rahmad mengatakan “Cukup dan tidak cukup itu bagaimana kita menyikapi” upah yang dibawah UMR memang lagi-lagi membawa dapat perekonomian menengah kebawah menjadi musuh nyata. Namun itu disikapi oleh Rahmad dengan suka rela, dan kembali pada niat awal. Pemuda yang belum menikah ini mempunyai cita-cita yang sangat luhur yakni ingin mengabdi untuk Muhamadiyah. Hal itu terlihat jelas dari mulai kecil Rahmad begitu panggilannya sudah kental dengan organisasi Muhamadiyah.
Harapan besar untuk meraih kesejahteraan hidup Rahmad muncul ketika berita yang diterima oleh Rahmad bahwa dia akan diangkat menjadi satpam tetap di UAD. Berita gembira ini semakin memotifasinya untuk semakin semangat dalam pekerjaannya mengamankan kampus UAD dan menertibkan orang-orang yang tak patuh terhadap peraturan.

“Rezeki patih, dan jodoh ditentukan Allah” ujarnya. Dalam menyikapi gaji yang pas-pasan bahkan kurang dari cukup untuk kebutuhan dizaman sekarang, mau tak mau Rahmad harus mengaturnya, apalagi orang tuanya sudah menuntut Rahmad untuk segera menikah. Pastinya butuh biaya besar untuk hal sepertu itu. “Umur saya sudah cukup untuk menikah, namun segalanya perlu saya persiapkan benar” ujarnya.
Pria yang mempunyai pedoman agama kuat ini mengaku bahwa dirinya masih punya cita-cita yang lebih dari sekedar satpam, namun pekerjaan yang sudah digelutinya sekarang sangat disyukuri benar-benar olehnya. “Manusia tidak akan merasa puas dengan apa yang didapat, setalah dapat yang satu mungkin akan menginginkan yang lain, begitu seterusnya” tegasnya. Banyak hal yang didapatkan oleh Rahmad selama bertugas di UAD, suka dan duka dialami olehnya, mulai dari orang-orang yang melanggar peraturan, dan terkadang dapat celaan dari orang yang ditegurnya.
Tak jarang juga Rahmad menemui orang yang melanggar peraturan namun malah membantah jika ditegur, “saya pernah menemui orang jelas-jelas dia melanggar peraturan merokok diarea kampus namun tidak mematikan rokoknya justru malah membantah” ujarnya. Berbagai karakter telah ditemukan oleh Rahmad dalam menjalankan tugasnya, suka duka dalam menjalankan tugas dinikmati dan sebagai pengalaman hidup mengenal jenis-jenis pribadi masing. Bahkan Pernah suatu ketika Rahmad menghentikan sepeda motor yang melajukan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi diarea kampus, sontak saja rahmad langung menegur dan menghintikan sepeda motor tersebut “ Bisa pelan ndak Mas” ujar Rahmad, namun anehnya tak merasa bersalah atau minta maaf orang tersebut justru menbantah dengan mengatakan “Tidak bisa”. Setelah ditelusuri orang yang ditegur tersebut adalah salah satu dosen di UAD. Peristiwa yang tak akan pernah dilupakan oleh Rahmad dan menjadi bumbu penyedap dalam tugas menjalankan peraturan atau menegakkan peraturan yang ada.

Dalam menegakkan peraturan, Rahmad sering menemukan mahasiswa yang tidak mematuhi peraturan kampus, banyak sekali mahasiswa yang melanggar peraturan pakaian, bahkan Rahmad harus menegur secara langsung kepada mahasiswa yang memakai celada pendek. Hal ini dilakukan oleh Rahmad karena memang sudah menjadi kewajibannya menertibkan mahasiswa yang bandel.
Peraturan yang dibuat oleh kampus ada kalanya susah untuk diwujudkan oleh para mahasiswa, salah satu peraturan itu yakni kampus bebas dari asab rokok,  “kampus bebas area merokok
                                                                                                                  
Bekerja di perguruan tinggi sangat dirasakan berbeda betul dengan pekerjaan yang lain, hal ini dirasakan oleh Rahmad selama bekerja di UAD. “setiap hari besar Islam atau tanggal merah saya libur, dan ini berbeda dengan apa yang kurasakan ketika bekerja di instansi-instansi diluar UAD” ujarnya. Menjadi sangat indah jika dalam bekerja ada sitem libur yang layak, karena dalam bekerja siapaun orangnya pasti ada titik jenuh yang ada pada dirinya.
Rahmad yang gemar memelihara burung merpati ini mengatakan “saya ada dilingkungan akademik, omongan saya jadi iku akademik, itu saja terdengar, dan itu sedikit ilmu yang bermanfaat untukku” tak heran jika Rahmad merasa betah bekerja di UAD walaupun hanya sebagai satpam. Mungkin dalam benak diri Rahmad menyimpan keinginannya untuk bias melanjutkan studinya, namun Rahmad munkin meyadari kemampuannya hanya sebatas satpam, realita yang sungguh berbanding terbalik dengan orang-orang yang serba tercukupi. (NH)

Feature Traveling

Wisata tampa tiket di JL. Malioboro Yogyakarta

Obyek wisata satu ini ternyata masih menjadi primadona yang cukup menarik bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara, terbukti krumunan orang berjubel dan berdesak-desakan setiap harinya untuk sekedar melihat atau berbelanja barang-barang kerajinan tangan, batik, baju, makanan (oleh-oleh khas Jogja), dan lain sebagainya, yang semuanya itu dijajakan disepanjang jalan Malioboro Yogyakarta.
Tak kalah dengan jalannya yang terkenal, dijalan Malioboro juga banyak dijumpai pedagang makanan khas Yogyakarta, apalagi kalo bukan gudeg bagi pecinta kuliner disinilah tempatnya memanjakan lidah, untuk membeli seporsi gudeg pembeli cukup merogo kocek Rp: 2,5000,- dan pembeli bisa merasakan kelezatan serta keaslian makanan khas kota Yogyakarta itu.
Dengan mengedepankan kebudayaan tak salah memang kota Yogya menjadi salah satu obyek wisata yang mempunyai magnet tersendiri bagi masyarakat sekitar Yogya maupun dari luar negeri untuk mengunjungi tempat yang tak pernah sepi tersebut.


Akses trasnportasi yang gampang memudakan pengunjung untuk mencapai jalan Malioboro di kota Yogyakarta ini. Pengunjung akan dengan mudah menemukan keberadaan jalan Malioboro karena posisinya yang berada dijantung kota Yogyakarta.
Banyak sekali akses yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk menjangkau wisata dijalan Malioboro ini, salah satunya dengan mode transport “trans Jogja” (jalur 3 atau 4) yang menghubungan sudut-sudut kota Jogja dengan jalan Malioboro, Tiket yang digunakan untuk sekali tujuan penumpang hanya dipungut biaya Rp:3,000,- namun mode transport yang lain yang bisa menghubungkan ke jalan Malioboro adalah bus umum atau kopaja, wisatawan dapat memilih mode transport ini jika sulit menjangkau halte bus trans Jogja.


Wisatawan yang mengunakan kendaraan sepeda motor juga disediakan tempat parkir yang aman yang bertempat disekitar jalan Malioboro. Untuk biaya parker sendiri pengguna parker dikenai biaya Rp:2000,- sedangkan mobil Rp: 5000,-. Bagi rombongan yang menggunakan Bus wisata terdapat parkir luar disebelah selatar jalan Malioboro, tarif yang dikenakan untuk Bus yakni Rp:15000,-.
Disekitar jalan Malioboro banyak penginapan yang dapat dipilih wisatawan untuk menginap, dari yang mulai tarif ekonomi atau tarif eksekutif, ini menjadikan kawasan Malioboro mempunyai sarana dan prasarana yang lengkap dalam menunjang sebuah tempat wisata yang pantas untuk dikunjungi.



Tak jauh dari kawasan Malioboro juga dapat dijumpai tempat-tempat wisata lainnya, seperti benteng Vredeburg, monumen serangan Oemoen 1 Maret,  kesemuanya berada di sekitar jalan Malioboro.
Menjadi pusat keramaian, itulah jalan Malioboro yang selalu sibuk dengan lalu lalang para wisatawan, pedagang kakilima  pun semakin banyak setiap tahunnya. Ini menjadikan kawasan Malioboro menjadi pusat perekonomian yang sangat tinggi di kota Yogyakarta.
Unik dan khas, lain dari pada yang lain itulah wisatawa Maloboro. Tanpa tiket wisatawan atu pengunjung dapat  menikmati beragam isi yang berada disekitar jalan Maliboro, tersaji beragam macam bentuk, budaya, makanan dan lain sebagainya, disepanjang Malioboro akan diujumpai andong-andong beroda empat yang siap mengantarkan wisatawan mengelilingi area jalan Malioboro, biaya yang dikenakan untuk penumpang cukup murah yakni berkisar anatara Rp:5,000,- sampai Rp:10,000,-.

Pengunjung juga dapat menikmati hiburan music angklung yang dapat ditemui di sepanang jalan Malioboro., saat malam hari jalan Maliboro semakin menarik dan lebih ramai oleh wisatawan, pedagang pedagang lesehan khas Malioboro siap memanjakan lidah pengunjung, cukup lengkap menu yang ditawarkan di lesehan jalan  ini, dengan harga yang cuup fariatif dimulai dari harga Rp:35,000,- sampai Rp:85,000,-



Mall-mall yang ikut berderet disepanjang jalan Malioboro  menambah keramaian jalan dan kelengkapan wisata belanja di kawasan Malioboro ini, tersedia Mesin ATM dari berbagai operator bank yang berada disebelah utara Mall Matahari, pengunjung dapat nyaman berbenlanja dan menikmati beragam apa yang disuguhkan di Jalan Malioboro.


FOTO: Diambil Langsung oleh Nor Hidayat tanggal 7 Desember 2011.





Feature Biografi

Indasah sang pedagang minuman tradisional yang bercita-cita tinggi

Perempuan berusia 45 tahun ini adalah sosok seorang ibu yang mempunyai cita-cita tinggi untuk mendidik kedua anaknya. Kehidupan yang serba apa adanya atau bisa dibilang cukup, tak membuat perempuan yang berprofesi sebagai pedagang minuman “Es dawet” ini lupa akan pentingnya sebuah pendidikan. Indasah begitu panggilan akrabnya walau hanya tamat SD tak menutupi pikirannya untuk menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan yang tinggi.

Keinginan yang keras demi melihat anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak dan mendapat sebuah ilmu yang akan menunjang pekerjaan adalah harapan besar untuk mewujudkan cita-citanya yang mulia tersebut, dengan dibantu oleh sang suami Indasah setiap pagi menjajakan dagangannya “Es dawet” di pasar kota Jepara.

Sedikit demi sedikit uang yang didapatnya dari seharian bekerja dikumpulkannya. Dari uang itulah Indasah dapat menyekolahkan kedua anaknya samapai ke perguruan tinggi, anak pertama bernama Rosidah lulus deprogram studi Pendidikan agama islam di STAIN Kudus, anak kedua bernama Nor Hidayat tercatat sebagai mahasiswa deprogram studi pendidikan bahasa dan sastra Indonesia, semester V di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.
Kesadaran akan sebuah pendidikan yang utama membuat Indasah banting tulang untuk mencukupi kebutuhan perkuliahan kedua anaknya yang dirasakannya memang sangat berat, namun indasah perempuan yang lahir di Jepara itu tak patah semangat, banyak tetangga-tetangganya yang mencibir keinginan keras Indasah untuk menyekolahkan kedua anaknya ke pendiidkan yang tinggi.
Kesulitan yang dialami bukan tak ada, biaya perkuliahan yang sekarang semakin tinggi membuat Indasah sesekali hutang ke sebuah Bank di kantor cabang kecamatan untuk membayar biaya perkuliahan anak-anaknya. Sebuah perjuangan besar dan dibayar mahal oleh keberhasilan anak pertamanya yang berhasil lulus pada tahun 2006, harapan dan juga cita-cita tinggi oleh Indasah masih menyisakan satu perjuangan besar yakni membiayai perkuliahan anaknya yang terakhir Nor Hidayat yang masih di semester V Universitas Ahmad Dahlan.
Kesuksesan dari sebuah perjuangan besar yang hanya dengan berjualan “Es Dawet” mampu mewujudkan cita-cita seorang Ibu, sekaligus pedagang asongan untuk menyediakan pendidikan yang luar biasa untuk anak-anaknya. (NH)