Rabu, 27 Juli 2011

Analisis Puisi dengan Intertekstual



MAKALAH
MEMAHAMI  MAKNA PUISI “INGAT KAMU NUN”
DALAM ANTOLOGI PUISI “YANG”  KARYA ABDUL  WACHID B.S
MENGGUNAKAN METODE INTERTEKSTUAL






Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mid Semester
Mata Kuliah Puisi II
Oleh:
NOR HIDAYAT
09003195

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2011

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………1
A.    PENDAHULUAN …………………………………………2
1.      Latar  Belakang ………………………………...2
2.      Rumusan Masalah……………………………… 3
3.      Tujuan ………..……………………………….. 3
B.     LANDASAN TEORI………………….………………….. 4
1.      Teori Hermeneutika…………………...……….. 4
2.      Langkah pemahaman terhadap teks…………….. 5
C.     PEMBAHASAN……………………….…………………. 7
1.      Analisis puisi………………...…………………. 7
2.      Interpretasi dengan konteks………..…………..  9
3.      Pandangan filosofis…………………………...  12
D.    KESIMPULAN…………………………..……………… 15
DAFTAR PUSTAKA…...……………………………….. 16 


A.      PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG

          Berbicara tentang puisi tidak lepas dari makna atau pesan yang ingin di sampaikan oleh sang penulis, baik puisi itu bersifat sederhana maupun puisi yang berhubungan dengan keagamaan, Karya sastra merupakan hasil imaji dari proses kreatif, diantara hasil karya sastra itu adalah puisi, cukup menarik untuk dipelajari sebuah sajak puisi dengan mengetahui makna di dalam makna sebuah sajak puisi. Untuk itu perlu dikupas makna yang terkandung didalamnya, berangkat dari mencari makna dalam sajak maka akan dianalisi sebuah sajak yang berjudul “Ingat kamu, nun” dari kumpulan puisi “Yang” karya Abdul Wachid B.S. Satu sajak yang cukup menarik untuk dikupas makna atau pesan yang ingin disampaikan lewat sajak, Sajak ini dipandang cukup menarik untuk dibongkar makna atau simbol-simbol yang ada didalamnya maka dari itu dalam proses pembongkaran sajak “Ingat kamu, nun” perlu digunakan metode intertekstual untuk mengetahui makna yang terkandung didalamnya.

          Prinsip intertekstual juga digunakan untuk mengetahui hubungan dan pertentangan dengan karya sastra lain, atau yang menjadi konteks dari sebuah karya sastra puisi, maka akan dianalisis puisi “Ingat kamu,nun” dalam kumpulan puisi berjudul “ Yang” karya Abdul Wachid B.S. Dalam memahami sajak “Ingat kamu, nun” digunakan teori hermeneutika Paul Ricoeur, yakni teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks (Recoeur, 1981: 43). Kemudian, untuk menjelaskan kedudukan sebuah frasa ataupun kalimat, apakah sebagai lanskap biasa ataukah citra-simbolik, maka harus diketahui makna frasa ataupun kalimat itu. Karenanya, diperlukan pembacaan hermeneutik, yakni dengan menyebut makna yang terkandung di dalam teks, yang hal itu sangat ditentukan oleh kompetensi linguistik (Riffaterre, 1978:4-6).





2.      RUMUSAN MASALAH

          Dalam memaknai simbol-simbol yang terdapat pada sajak “Ingat kamu, nun” karya Abdul Wachid B.S maka perlu membongkar struktur kepuitisan, bagaimana pemaknaan puisi dengan pembacaan puisi dalam kumpulan sajak “Yang” untuk mengambil kata kunci didalamnya atau sebagai keterwakilan dari sajak-sajaknya yang lain, pada puisi karya Abdul Wachid B.S yang berjudul “Ingat kamu, nun” memang untuk mencari maksud dari tujuan penulis sendiri adalah sebuah pemahaman yang menuntut pembaca untuk bisa mencari maksud sajak yang ditulis pengarang itu sendiri, maka akan dicari juga hubungan antara teks dengan kontek atau dengan Al-Qur’an. Dalam puisi-puisi karya Abdul Wachid B.S, terdapat muatan lokal yang kuat yang sering diadukan dengan nilai-nilai religi dalam pengertian luas. Muatan lokal yang sering dimaksudkan ialah nilai-nilai kehidupan manusia, salah satu puisi yang mengandung nilai-nilai tersebut adalah puisi yang berjudul “Ingat kamu, nun”.

3.      TUJUAN
Penjelasan yang lebih detail akan menjadikan pembaca lebih mudah memahami karya sastra puisi yang ditulis oleh Abdul Wachid B.S dalam puisinya yang berjudul “Ingat kamu,nun”. Tujuan dalam analisis ini adalah untuk mengetahui makna secara lebih luas. Pemaknaan puisi dengan intertekstual pada puisi, Penentuan makna keseluruahan, Penentuan konteks sajak yang lain. Hal ini dilakukan untuk menarik dan memberi pengetahuan apa maksud yang ingin disampaikan oleh sang penulis tentang puisinya tersebut. Disamping itu untuk memahami keterbatasan pembaca dalam memahami puisi-puisi dalam sajak “Ingat kamu, nun” maka akan dianalisi sajak ini dengan menggunakan metode  intertekstual.



B.      LANDASAN TEORI
      Konsep Hermeneutika
Dalam menemukan makna didalam sajak sebuah puisi maka perlu mengetahui interpretasi untuk menafsirkan sebuah tanda lambang atau simbol, kata “Hermeneutika berasal dari bahsa Yunani yang artinya “Menafsirkan” dan kata bendaya hermeneia yang berarti “Penafsiran” atau “Interpretasi”. (Sumaryono, 1999:23-24) konsep dasar dalam Hermeneutika adalah teori tentang bekerjanya pemahaman dalam menafsirkan teks (Ricoeur, 1981: 43) dan Palmer (2003: 8) menjelaskan bahwa dua fokus dalam kajian hermeneutika mencakup:
1.      Peristiwa pemahaman terhadap teks
2.      Persoalan yang lebih mengarahmengenai pemahaman dan interpretasi
Hal tersebut memperlihatkan bahwa gagasan utama dalam hermeneutika adalah “pemahaman (understanding) terhadap teks.
Ricoeur (1981:146) menjelaskan bahwa teks adalah sebuah wacana yang dibakukan lewat bahasa. Apa yang deibakukan oleh tulisan adalah wacana yang dapat diucapkan, tetapi wacana ditulis karena tidak ucapkan . Di sini, terlihat bahwa teks merupakan wacana yang disampaikan dengan tulisan. Jadi teks sebagai wacana, yang di tuliskan dalam hermeneutika Paul Ricoeur, berdiri secara otonom, bukan merupakan turunan dari bahasa lisan, seperti yang dipahami oleh setrukturalisme.
Menurut Poul Recoeur, interpretasi dilakukan dengan cara “perjuangan melawan distrasi kultural”, yaitu penafsiran harus menggambil jarak agar ia dapat melakukan interpretasi dengan baik.namun, yang dimaksud Poul Recoeur dengan “distansi kultural” itu tidaklah steril dari “anggapan-anggapan”. Disamping itu yang dimaksud dengan “mengabil jarak terhadap peristiwa sejarah dan budaya” tidak berarti orang bekerja dengan “tangan kosong” (oleh Sumaryono,1999:106) walaupun begitu menurut Poul Recouer “sebuah terks harus kita tafsirkan dalam bahasa yang tidak pernah tanpa pengandaian,dan diwarnai dengan situasi kita sendiri dalamkerangka waktu yang khusus” (oleh Sumaryono,1999:180)

“Dalam interpretasi terhadap teks,kita tidak perlu bersitegang dan bersikap seakan-akan menghadapi teks yang beku, tetapi kita harus dapat ’membaca kedalam’ teks itu. Kita harus juga mempunyai konsep-konsep yang kita ambildari pengalaman-pengalaman kita sendiri yang tidak mengkin kita hindarkan keterlibtannya sebab kosep-konsep ini dapat kita ubah atau disesuaikan tergantung pada kebutuhan teks. Namun, disini juga kita msih berkisar pada teks sekalipun dalam interpretasi kita juga membawa segala kekhususan ruang dan waktu kita” ( Ricoeur oleh Sumaryono,1999:109-110).

Langkah-langkah pemahaman terhadap teks menurut perspektif Poul Ricoeur dalam bukunya The Interpretation Theory: Discourse and the surplus of meaning, langkah pemahaman itu ada tiga, yang berlangsung mulai dari “penghayatan terhadap simbol-simbol”, sampai ke tingkat gagasan tentang “berpikir dari smmbol-simbol”, selengkapnya berikut ini:
1.      Langkah simbolik atau pemahaman dari simbol-simbol;
2.      Pemberian makna oleh sembol serta “pengalianyang cermat atas makna;
3.      Langkah filosofis, yaitui berfikir dengan menggunakan symbol sebagai titik-tolaknya (Poul Recoeur, Terj. Hery, CetII,2003: 162-164; Sumaryono,1999:111; Faiz, Cet.III 2003:36).      
Dalam upaya interpretasi teks diperlukan proses hermeneutic yang berbeda, menurut Poul Ricoeur, prosedur hermeneutiknya secara garis besar dapat diringkas sebagai berikut:
Pertama, teks harus dibaca dengan kesungguhan,menggunakan symphatic imagination (imajinasi yang penuh rasa simpati).
Kedua, penta’wil mesti terlibar dalam analisis structural mengenai maksud penyajian teks, menentukan tanda-tanda yang terdapat didalamnya sebelum dapat menyingkap makna dalam terdalamdan sebelummenentukan rujukan serta konteks dari tanda0tanda signifikan dalamteks. Barulah kemudian penta’wil memberikan beberapa pengandaian atau hipotesis.
Ketiga, penta’wil melihat bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan makna dan gagasan dalam teks itumerupakanpengalamantentangkenyataan non bahasa (via Hadi W.M., 2004:90-92).
Interpretasi selalu bersifat open-ended sebab jika memperoleh titik akhir dari suatu interpretasi, hal iniberarti “pemerkosaan” terhadap interpretasi”.


C.    PEMBAHASAN

1.      Analisis dan hasil pembahasan
Dalam memahami makna yang terdapat pada sajak Abdul Wachid B.S yang berjudul “Ingat kamu, nun” penulis Abdul Wachid B.S ingin memberikan sebuah kolaborasi antara puisi-puisi modern dengan puisi sufistik yang bersangkutan dengan relegiusitas makna mendalam, dan membuka segi simbol yang tak jelas, pembaca dituntut untuk  memahami dan mencari pengertian dan hakekat nun sebenarnya, berikut teks sajak yang dianalisi “Ingat kamu, nun”.
              Ingat kamu, nun
Ingat kamu, nun
Jauh jarak tak jua tertempuh
Seperti dari bumi ke langit tujuh
Wajah langit cerah bagai baju birumu
Menjadikan aku selalu diharu biru

Ingat kamu, nun
Jauh dari alam mimpi dibangun dini hari
Lalu kubuka jendela, ku buka pintu
Ku basuhkan air sumber dengan kasih sayang
Seperti mengingat wajahmu
Pada jam-jam tahajut itu
Air suci membawa kesembuhan hati

Ingat kamu, nun
Jauh sekaligus dekat
Diluar ruang-waktu sekaligus
Selalu di dalam taman yang bernama hati
Kamu menggedor-gedor kesadaranku
Kamu mengikut kabut disubuh putih
Kemudian kamu menjelma matahari pagi
Menerobos cela-cela jendela
Kamarku, menjadikan dunia aku
Selalu diharu-biru

Ingat kamu, nun
Dari awal hingga ke ujung jalan waktu
Kamu menguntit langkah kakiku
Kadang menarik-narik bajuku dari belakang
Kadang menghalang-halangi pandanganku ke depan
Bahkan kamu menjegalku
Sekedar agar akau terjatuh
Lau bersimpuh didepan
Mu

Ingat kamu,nun
Jarak tempuh mana lagi akan
Kucari-cari: kamu menghilang
Kamu hanya meninggalkan jejak-jejak keindahan

: kupu-kupu putih yang
Kemudian lenyap dibalik
Perumpung bunga
-Yogyakarta, Januari 2009-

Dalam memahami puisi “Ingat jamu, nun” di atas,sesungguhnya banyak sekali makana yang yang menarik untuk dipecahkan, pengaran dalam sajaknya berperan sebagai hamba yang mencari ke agungan Tuhan-nya. Pencarian itu dimulai dari diksi yang menyimpan rahasia besar dibalik simbol, atau makna nun sendiri, sebagaimana telah di tulis di dalam Al-Qur’an pada surat Al-Qolam, berangkat dari huruf tersebut penulis Abdul Wachid B.S mengambil satu huruf yang cukup menarik dan mempunyai rahasia besar akan kebesaran Allah. Dalam puisinya yang lain dalam satu antologi puisi berjudul “Yang” terdapat satu sajak yang membicara tentang huruf nun yang berjudul “Di ujung nun”.
Di ujung nun
Jalan bercabang dua
Di ujung nun
Jalan  mengapa menjelma dua?
Di atasnya ada satu titik takdir
-Yogyakarta, Januari 2009-

Rahasia dalam huruf nun di dalam Al-Qur’an pada surat Al-Qolam membawa pengarang dalam sebuah pemikiran hakikat logika yang dicapai seoarang hamba kepada Tuhannya untuk mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah; (Ù† = Nuun) kemudian dilanjutkan dengan ayat kedua (ÙˆَالْÙ‚َÙ„َÙ…ِ ÙˆَÙ…َا ÙŠَسْØ·ُرُونَ = Demi qolam dan apa yang mereka tulis).

Ada sekelompok aliran dalam Islam yang menafsirkan bahwa nun hanya Allah yang tahu, dan nun adalah singgasana Tuhan yang terdapat jauh di atas sana. Kalau penafsiran ini benar tentu saja tempat dan kedudukan bagi Tuhan itu  menduduki dan  haruslah memiliki pennafsiran yang paling tinggi.
Kita sudah pasti tidak akan dapat menjelaskan huruf nun tersebut mempunyai makna apa Wallahu a’lam karena nun adalah esensi yang sangat rahasia dari rahasia Allah dan keagungan Allah, dan bahkan keagungan seluruh makhluk-Nya. seluruh keagungan Tuhan yang digambarkan dengan nun atau dalam arti harfiah kamus bahasa Indonesia berarti yang paling. Dalam penafsiran adalah kemahaberkuasaan (Kamiliyah) dan kebesaran (Jalaliah). Oleh sebab itu sifat-sifat ini kerahasiaan ini menunjukkan betapa agung kedudukan-Nya.
Secara` konteks interen puisi “Ingat kamu, nun” berhubungan dengan sajak “di ujung nun” yang masih dalam satu antologi puisinya Abdul Wackid B.S

Di ujung nun
Jalan bercabang dua
Bila yang satu naik, bila yang satu turun
Lalu langkah kaki bertemu dimana?

Jalan mengapa menjelma dua?
Di atasnya ada satu titik takdir
Matahari: di mana cinta tak harus berakhir
Yogyakarta, Januari 2009

Tingkat penggambaran antara dua cabang yang menuju jalan dimana pengarang menggunakan kalimat “Bila yang satu naik, bila yang satu turun” ketetapan apa yang dilakukan oleh manusia dimuka bumi akan menghantarkan perbuatannya atau tingkatan keimanan dan ibadah yang menentukan kelak dialam baqo’ akan diketahui dia berada di atas atau dibawah, esensi ini sama dengan penegasan Allah, segala amal akan diperhitungkan, yang digambarkan melalui diksi naik dan turun hal ini sama dengan surga dan neraka, dan satu titik tersebut akan menentukan apakah seorang akan ada di bawah atau di atas, dan dibalik itu pengarang mencoba memperjelas dimana jalan yang akan dipilih oleh seoarang hamba yang akan menuntunnya ke dalam sebuah titik dimana Allah ada di sana. Dalam puisi Abdul Wachid B.S yang berjudul “Ingat kamu, nun” juga ditemukan  sajak yang lain atau dengan kata lain sajak “Ingat kamu, nun” berkontektual dengan sajak “Nun” karya  Fakhrunnas M.A Jabbar dalam antologi puisinya yang berjudul “Airmata Barzanji” secara tidak langsung.


Nun
Inilah kait nun dari julang langit yang jauh
Nun dari bukit mana dari julang langit yang jauh
Nun dari kata apa dari ujung langit yang jauh
Nun dari ayat mana dari julang langit yang jauh

Inilah lingkaran nun yang tak pernah bersentuh ujungnya
Nun dari ayat dan kitab suci
Dari Zabur
Dari Taurat
               Dari Injil
   Dari Al-Qur’an

   Nun disana dari air lembah eufrat
   Nun disana dari Makkah dan madinah mandi cahaya.
   Pekanbaru, 1981
   Fakhrunnas M.A Jabbar

Dari pandangan perspektif tersebut, maka pemaknaan sebuah sajak “Ingat kamu, nun” karya Abdul Wachid B.S harus didasarkan dengan pemaknaan-pemaknaan secara menyeluruh, sebelum mencari pandangan filosofis dalam pandangan pengarang. Pengambilan simbol nun dalam sajak tersebut merupakan hal yang pertama yang harus diketahui baik arti atau makna, didalam kamus bahasa Indonesia sendiri diksi “Nun” berarti: sana, di sana, atau nama huruf ke-25 dalam abjad Arab. Sebuah gambaran pencarian yang harus di jalani oleh seorang hamba untuk mencapai maqon kedekatan dengan Tuhannya seperti di tulis dalam sajaknya pada bait pertama baris tiga “Seperti dari bumi ke langit tujuh”. Sedangkan untuk mencari kedekatan tersebut penggarang menggambarkan cara untuk mendekatkan diri dengan Tuhan yakni dengan cara bangun ditengah malam untuk sholat tahajud dimana disana seorang hamba mempunyai kedekatan dengan Tuhannya sehingga hati seorang hamba bisa mencapai tingkatam maqom yang dekat atau benar-benar mendialogkan pikirannya dengan Tuhan.

Kedekatan hamba dengan Tuhan inilah yang coba digambarkan oleh Abdul Wachid B.S lewat sajaknya pada bait kedua baris ke empat “Selalu didalam taman yang bernama hati” bahwa konsep kedekatan Tuhan di ukur dimana segala tingkah laku perbuatan adalah dari kedekatan hati (ma’rifat) dan dimana Tuhan berada dihati seoarang hamba , dalam hadis kudsi dijelaskan juga seoarang hamba jika berniat mendekatkan diri kepada Tuhannya maka Tuhan akan dekat dengan hamba tersebut, dan juga sebaliknya jika seoarang hamba jauh dari Tuhan jauh pula Tuhan dengan hamba tersebut, sebuah keyakinan kedudukan dimana seorang ang mencoba mendekatkan diri melalui ibadahnya, seoarang hamba akan benar-benar merasakan kesejukan dalam hatinya dengan keyakinannya Allah selalu menjadi kekasih dan tempat dimana meminta segala pertolongan.
  
Dengan membongkar dan mencari makna dalam puisi “Ingat kamu, nun” diatas maka akan ditemukan sebuah perpaduan kenyataan seoarang hamba yang megalami perjalanan kehidupan yang semula tidak ada kemudian di ciptakan oleh Allah dimuka bumi dan juga akan dimatikan lagi oleh Allah. Semua perjalanan kehidupan itu di ditulis dalam sajak “Iangat kamu nun” yang ditulis “Dari awal hingga ke ujung jalanan waktu” dan didalam perjalanan hidup manusia adalah hakekatnya untuk beribadah kepada Allah, disinilah tingkat ketakwaan seorang hamba diuji oleh Allah melalui cobaan jegalan, tarikan, halangan dan berbagai tantangan kehidupan didunia lainnya yang kesemuanya itu tak lain untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesabaran dan ketakwaannya seoarang hamba. Hal itu ditulis disajak “Ingat kamu, nun” di bait empat baris ke enam “Bahkan kamu menjegalku sekedar aku terjatuh lalu bersimpuh dihadapan MU”

Setelah seorang hamba melewati ujian dari Allah  maka disinalah sang penulis puisi Abdul Wachid B.S melanjutkan dengan “Ingat kamu, nun jarak tempuh mana lagi akan kucari cari” di mana seorang hamba yang mencari kedekatan dan mencari maqom mairifatullah melalui segala kebesaran, keagungan, kekuasaan, dan maha kasihsayang-Nya, segala keindahan tersebut diciptakan-Nya dimuka bumi ini supaya manusia menegetahui kekuasaan-Nya.


D.    KESIMPULAN

Dalam kajian hermeneutika yang membongkar sajak puisi Abdul wachid B.S dapat digambarkan dengan seorang hamba yang mencari maqom ma’rifat atau usaha seorang hamba untuk mencoba mendekatkan diri kepada Tuhannya melalui berbagai upaya yang dapat dilakukan, diantaranya memelalui tawakal, sabar, dan puncaknya yakni takwa. Hal tersebut ditulis di dalam sajak Abdul Wachid B.S yang berjudul “Ingat kamu, nun” ditulis pada bait ke empat baris ke empat “Kadang menarik-narik bajuku dari belakang/ kadang menghalang-halangi pandanganku kedepan/ nahkan kamu menjegalku/ sekedar agar akau terjatuh/ lalu bersimpuh dihadapan Mu”. Namun dalam proses menuju tawakal, sabar, dan takwa tersebut tidaklah mudah, seorang hamba digambarkan harus susah payah untuk memperolehnya, karena dalam persepektif ini cobaan akan diberikan oleh Tuhan untuk menguji kesabaran dan ketakwaan seorang hamba dengan berbagai macam cobaan dan ketika seorang hamba lalai dalam melaksanakan kewajibannya maka Allah mengingatkan hambanya tersebut dengan cara-Nya sendiri.

 Secara pandangan persepektif Islam sajak “Ingat kamu, nun” karya Abdul Wachid B.S mengadung berbagai banyak pemaknaan, berangkat dari Al-Qur’an surat Al-Qolam disana sudah ditulis bawah “nun” adalah sebuah kerahasiaan Allah, tidak banyak juga di jelaskan esensi nun itu sendiri didalam Al-Qur’an, baik segi arti maupun makna. Dari pandangan orang-orang sufi menganggap bahwa di sana merupakan sebuah kerahasiaan besar yang dimiliki Allah, kebesaran akan kekuasaan Allah, dan Maha Indah Allah dengan segala kerahasiaannya yang telah diciptakan, Wallahu a’lam.

Berangakat dari kerasiaan “nun” di dalam Al-Qur’an penulis Abdul Wachid B.S mencoba menerapkan konsep spiritual “manunggaling kaula gusti” yang seolah seoarang hamba yang mencari Tuhannya dengan susah payah dan meski melewati jarak yang cukup jauh dan juga melelahkan untuk bisa menemukan “nun”, “Kebesaran Tuhannya”. Dan diteruskan dibait ketiga baris ke empat Abdul wachid B.S menggambarkan tempat yang dicari oleh seorang hamba tersebut sebetulnya berada didalam hatinya sendiri “Jauh sekaligus dekat/ di luar ruang sekaligus/ selalu didalam taman yang bernama hati”.


DAFTAR PUSTAKA

Jabbar, Fakhrunnas M.A. 2005. Airmata  Barzanji Antologi Puisi. Yogyakarta:
     Adicita Karya Nusa.
Wachid B.S, Abdul. 2010. Yang. Yogyakarta: Cinta Buku.
Bisri, A. Mustofa. 2008. Gandrung Cinta. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kurniawan, Heru. 2009. Mistisisme Cahaya, Yogyakarta: Grafindo Litera Media.
1990. AL-Qur’an dan Terjemahannya Departemen Agama. Jakarta: Republik Indonesia.
2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.





Contoh Artikel Pendidikan


ARTIKEL
Permasalahan dalam Pengajaran Bahasa Indonesia
 




Diajukan untuk Memenuhi Tugas Semester
Mata Kuliah Ekspresi Tulis
Oleh:
NAMA        : NOR HIDAYAT
Nim             : 09003195
Kelas           : I        

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2011


Menulis belum menjadi budaya  mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan kurang membiasakan budaya menulis, baik karya ilmiah maupun karya sastra, khususnya di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indosesia. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab, pertama mahasiswa kurang tertarik dengan yang namanya menulis, kedua mahasiswa kurang membudayakan menulis dalam diri sendiri, ketiga mahasiswa kurang mengetahui manfaat menulis.
Sebenarnya banyak sekali mata kuliah yang dipelajari oleh mahasiswa di Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang berhubungan dengan teori menulis hanya saja wadah yang tersedia kurang membangkitkan minat mahasiswa untuk berkompetisi dalam proses menulis. Hasilnya mahasiswa minim karya baik itu karya sastra maupun karya ilmiah, jarang sekali mahasiswa yang dapat mengasilkan suatu karya sastra terlebih cerpen atau novel, karena dalam proses penulisan cerpen atau novel mahasiswa di tuntuk untuk berfikir secara kreatif, mampu menguasai kalimat atau menyusun kalimat dengan terstruktur rapi, mampu menggambarkan situasi cerita yang ingin digambarkan, dan mahasiswa dalam menulis dituntut mampu menyampaikan ide pikiran secara kreatif sehingga tulisannya dapat dipahami.
Universitas sebenarnya pun tak hanya tinggal diam, beberapa perlombaan penulisan karya tulis kerap kali diselenggarakan, baik karya tulis ilmiah maupun karya tulis sastra, tetapi  tingkat partisipasi mahasiswa masih cukup rendah. Hal ini merupakan hambatan besar bagi mahasiswa untuk mewujudkan budaya menulis khususnya untuk Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Sebagian besar mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia tidak menyukai hal-hal yang memberatkan pemikirannya sehingga tidak melatih mahasiswa untuk lebih berfikir keras dalam mengolah kalimat atau menyusun kalimat dalam sebuah proses pengarangan karya sastra khusunya, mahasiswa hanya mentok dalam karya sastra puisi saja. Sebenarnya tolak ukur budaya menulis bukan dinilai dari seberapa banyak karya mahasiswa yang dapat dihasilkan tetapi bagaimana mahasiswa dapat melatih diri sendiri dalam membiasakan budaya menulis, baik itu karya sastra maupun karya ilmiah sehingga akan terbiasa menulis dan terbiasa menyusun kata demi kata, atau kaliamat demi kalimat dan sebagainya.
 Sebagai calon guru bahasa Indoseia akan lebih merasa bangga jika memberikan contoh dan teladan yang baik kepada muridnya karena guru tidak hanya memberikan  teori-teori saja melainkan teori tersebut diiringi dengan aplikasi contoh konkrit dari teori yang berupa karya yang telah dihasilkan oleh guru. Sudah selayaknya sebagai calon guru bahasa Indosesia mempunyai karya-karya tulis, baik puisi, cerpen, maupun novel atau juga karya ilmiah sebagai contoh kepada murid-muridnya kelak ketika mengajarkan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, dan diharapkan guru bahasa Indonesia mampu merangsang anak didiknya untuk mampu membuat tulisan atau karya tulis yang lebih baik dan lebih kreatif.
Seperti yang dikemukakan oleh Ketua Mendiknas Propinsi Yogyakarta Drs. Edi Heri Swasana M.Pd, yang juga Dosen Universitas Ahmad Dalan menyatahkan bahwa budaya menulis masih kurang dilakukan oleh mahasiswa sekarang ini, dapat diketahuai bahwa masih banyak mahasiswa yang belum menghasilkan karya tulis, budaya menulis akan menghasilkan manfaat yang sangat banyak, menulis dilatih dari hal-hal yang kecil sehingga akan menghasilkan sesuatu yang besar. Hal ini harus dilakukan terus menurus sehingga akan melatih dan membiasakan diri untuk menyusun dan merangkai kata atau kalimat dengan efektif, ketrampilan menulis juga akan melatih ketrampilan berfikir. Kompetensi berbahasa dalam menulis tidak akan datang dengan sendirinya tetapi menuntut latihan demi latihan, dan kebiasaan yang teratur dalam proses pendidikan yang terprogram.
Dari budaya menulis inilah akan dihasilkan beberapa manfaat bagi mahasiswa itu sendiri, pertama mahasiswa akan terbiasa menulis, terbiasa mengolah kata demi kata, dan merangkai kalimat sehingga Mahasiswa terbiasa berfikir kreatif dalam menulis. Kedua Mahasiswa yang terbiasa menulis tidak akan merasa kesulitan saat menulis tugas akhir atau skripsi, berbeda dengan mahasiswa yang tidak membudayakan menulis dalam dirinya, dipastikan akan merasa kesulitan dan cenderung lebih lama dalam proses penulisan tugas akhir atau skripsi. Ketiga  sebagai mahasiswa calon guru akan membutuhkan karya-karya tulis, baik karya tulis sastra maupun karya tulis ilmiah, sebagai syarat kenaikan tingkat golongan jika berada diinstansi Pegawai Negeri Sipil, dan masih banyak lagi manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari budaya menulis, yang kesemuanya menuntut mahasiswa sebagai calon guru bahasa Indosesia untuk semakin kreatif dan inovatif dalam berkarya sehingga akan menjadi panutan kelak oleh siswa didiknya.
Mengingat menulis merupakan suatu ketrampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh seorang calon guru utamanya calon guru bahasa Indonesia, maka  kompetensi menulis tersebut harus dikuasai secara maksimal oleh mahasiswa, maka universitas semestinya turut bertanggungjawab mengembangkan kompetensi tersebut pada mahasiswanya. Untuk itu perlu dibahas upaya bagaimana membudayakan tradisi menulis di kalangan mahasiswa, sebab tanpa budaya menulis mahasiswa akan mengahadapi beberapa kesulitan terutama kelak ketika menulis tugas akhir atau skripsi.
Mahasiswa tidak dituntut untuk menulis layaknya seperti penulis yang sudah profesional, tetapi yang terpenting dalam proses budaya menulis ini mahasiswa mampu menguasai dan memahami cara menulis yang baik dan benar, mampu menerapkan teori atau metode-metode dalam proses ketrampilan menulis sehingga dari pengalaman tersebut bisa menghasilkan kompetensi menulis yang baik dan benar, yang selanjutnya kompetensi tersebut akan diajarkan kepada peserta didiknya.