Kamis, 20 Januari 2011

Berita pameran Seni di Yogyakarta

“Kita harus segera ke gedung AMC sore ini!” Hidayat berbicara dengan nada tidak sabar. Paundra menanggapi dengan dingin, faham benar dengan sifat hidayat yang ingin semua tugas cepat selesai, di depan kontrakan rumah Paundra mereka merencanakan keberangkatan ke gedung pameran, Paundra dan Hidayat sudah lama bersahabat sejak mereka duduk dalam satu kelas disebuah perguruan tinggi Muhammadiyah Universitas Ahmad Dahlan. Setelah berdiolog beberapa menit mereka akhirnya memutuskan sore itu juga berangkat ke pameran.
Dengan niat yang bulat, sore hari  menjelang petang. Hidayat dan satu temannya paundra berangkat dengan mengendarai sepeda motor bersama, melaju dengan pelan menuju tempat pameran seni kriya islami yang berada di gedung AMC atau (Asri Medical Center). “sudah siap dengan pertanyaan yang kita ajukan nanti” hidayat dengan nada tidak yakin dan minder. Sepeda montor terus melaju membelah kota Yogyakarta, suasana sepanjang perjalanan cukup cerah dan bersahabat sehingga mereka tiba lebih cepet di gedung pameran. Perjalanan ditempuh dalam waktu 15 menit. Tepat pukul 16:30wib hidayat sampai didepan gedung AMC.

Pintu kaca begitu dominan dari arsitektur gedung AMC. Hidayat menjadi lebih ceoat melangkahkan kakinya untuk masuk gedung pameran tersebut. “kita langsung naik kelantai dua saja” paundra sambil menunjuk keatas, lift terasa cukup aneh dan menakutkan bagi mereka, untuk pertama kalinya mereka menggunakan lift menaiki sebuah gedung. “ kita harus cepat mencari salah satu seni kriya yang nantinya kita akan minta informasi” hidayat dengan muka kebingungan karena banyaknya karya yang dipamerkan dalam dinding gedung.
“Maksudnya apa ini nama Allah digabungkan dengan gambar telapak kaki manusia” hidayat  sedikit bingung mengartikannya, “nah ini saja yang kita cari tahu apa maksunya dari karya ini” paundra dengan menepuk pundak hidayat sambil tersenyum dan mencari nama pembuatnya. Mereka kemudian mencari seniman pembuat karya itu dengan menanyakan kepada pihak panitia pameran. “selamat sore mas, bisa kami bertemu dengan pembuat karya yang berjudul Langkah Pencari-Mu, senimannya bernama Tri Wulandari” paundra menanyakan kepada pihak panitia yang sedang menjaga dilantai dua. “kebetulan sekali kalo Anda ingin bertemu orangnya sedang berada disini, Anda turun kelantai satu, ia berada di tempat penyambutan peserta” panitia dengan menunjukkan tangannya kepada sang pembuat karya yang dicari. Dengan langkah seribu mereka segera turun dari lantai dua menuju lantai satu, dalam kesempatan tersebut hidayat yang sudah siap dengan alat rekam dan berbagai pertanyaan segera menghampiri sang seniman Tri Wulandari.
“Selamat sore mbak? Maaf menganggu waktunya” hidayat dengan muka malu memberanikan bersalaman, seperti gayung bersambut Twi wulandari menyambut jabat tangan dari hidayat. “ bias saya bantu mas” jawab Tri wulandari sambil melontarkan senyumannya. Mereka duduk berhadapan dan dibatasi dengan meja berwarna coklat, diatas meja terdapat buku tamu berwarna merah. Tak lama kemudian mereka saling berbicara “dalam kesempatan ini, saya ingin mewawancarai mbak tri kapasitasnya sebagai seniman yang membuat karya berjudul  Langkah Pencari-Mu, dalma hal ini saya ingin mengetahui banyak hal tetang karya Anda” hidayat menyampaikan maksunya sambil menhidupkan alat perekam suaranya. “Silahkan, kalo saya bisa menjawab, saya akan jawab” Tri wulandari menjawab dari pernyataan yang disampaikan oleh hidayat.
Pertanyaan pertama pun dimulai tepat pukul 17:00 wib, suasana sudah sangat sore langit sudah terlihat semakin gelap, Hidayat, Mahasiswa yang berasal dari Universitas Ahmad Dahlan itu memulai dengan pertanyaan pertama “Apa Alasan Anda membuat karya kriya yang berjudul “Langkah Pencari-Mu”?. “Latar belakangnya saya kira cukup menarik  karena mempunyai maksud atau arti, sebuah proses sesorang mencari keberadaan Tuhan-Nya. Karena dalam konsepnya seseorang tidak akan mungkin hidup tanpa Tuhan” Tri Wulandari menjawab dengan muka yang serius.
Suasana percakapan mereka dibuka dengan ketengan dan saling janggung, kemudian pertanyaan kedua diajukan oleh Hidayat “Apa filosofis yang mendasari karya kriya Anda?”. “Sebenarnya banyak yang mendasari, lebih cenderung suka dengan gaya Seniman yang karyanya bersifat abstrak dan saya juga mengidolakan seniman dari Yogyakarta sendiri beliau adalah Efendi yang dikenal dengan karyanya “ayam jago” dengan gaya yang masih abstrak. Tri wulandari menjawab dengan mata berputar-putar seakan bingung akan menjawab apa lagi. Pertanyaan ketiga langsung diajukan “Apa bentuk/tipe karya kriya Anda, abstrak atau bersifat mudah dipahami masyarakat awam?”. “Lebih jenderung kombinasi (gabungan), menurut saya setiap karya kriya pasti islami,  karya yang dibuat akan mengandung maksud atau makna tersendiri. Semua karya mengandung karya islami. Karya islam tidak harus kaligrafi, musik islami, nilai islami adalah nilai-nilai yang terkandung didalamnya mengandung manfaat, dan pesan baik” jawaban Tri wulandari ketika menjawab pertanyaan dari hidayat. Pertanyaan keempat ditanyaakan oleh hidayat sambil mendekatkan alat perekam suaranya ke Tri wulandari “Apa ada tingkat kesulitan dalam pembuatan karya kriya Anda yang berjudul “Langkah Pencari-Mu?” “Saya kira Tidak ada kesulitan dalam proses pembuatannya, membuat karya dengan menikmati, mungkin dalam aplikasinya dengan mengkombinasikan teknik batik tulis itu yang cukup teliti” jawab seorang seniman ISI sambil tersenyum.
Suasana percakapan Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan, Hidayat dengan Seniman ISI Tri wulandari sedikit mencair tidak tegang seperti pada petanyaan pertama. Tak lama berselang perntanyaan berikutnya pun dilanjutkan oleh hidayat “Apa  makna atau pesan dalam karya kriya Anda “langkah pencari-Mu?”. “sebuah penggambaran sesorang yang mencari keberadaan Tuhan-Nya. Karena seseorang tidak akan mungkin hidup tanpa Tuhan. Itu sebagai maksud bahwa seseorang harus bisa berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan” Tri wulandari menjawab. Pertanyaan terus digali oleh hidayat “Berapa Lama proses pembuatan karya Anda “langkah pencari-Mu?”. “Waktu untuk membuat karya ini sekitar dua hari sudah selesai, mungin karena dateline untuk mengejar waktu pameran mungin bisa dibilang dipercepat, hasilnya bisa di nilai seperti apa. Tri wulandari menjawab dengan lantang. Selang beberapa detik Hidayat kembali meneruskan petanyaan yang sudah disusunnya “Apa Bahan baku yang diperlukan dalam karya Anda “langkah pencari-Mu?” “Kain prisma berwarna dasar putih, paraffin (sejenis malam), Menggunakan kuas, chanting. Batang dua untuk membentangkan kain, dibentangkan, pewarna cat merah, tungku untuk merebus bahan, cat warna hitam dan alat untuk menjahit” jawab tri sambil menerangkan dengan tulisan diatas meja.
Seakan ingin mengetahui lebih banyak informasi, hidayat kembali bertanya kepada Tri Wulandari “Bagaimana kiat untuk bisa menarik pecinta karya kriya?”. “Untuk menarik perhatian yang diperlukan hanyalah kekreatifan dari sang pembuat karya tersebut. Hidayat bertanya lagi “Bagaimana Proses pembuatan karya kriya Anda “langkah pencari-Mu”? “Tahap pertama adalah menyediakan kain prisma warna dasar putih, kemudian di potong 250 cm x 50 cm lalu digambar. Kemudian diberi paraffin ( sejenis malam untuk mencapai teknis pecah-pecah) dibagian telapak kaki kemudian diwarnai merah. Proses selanjutnya diwarnai dengan warna merah, dengan bentuk corak titik-titik memakai kuas, kain dibentangkan masuk pewarnaan merah, kemudian dibatik warna merah, proses ini tidak selalu menggunakan alat canting. Di tambahkan warna hitam. Ini dalah proses terakhir. Proses batik pembatikan selesai kemudian bahan direbus (proses plorotan malam) tinggal warna merahnya, kemudian dibakar untuk melubangui kain, langkah terakhir finising  menjahit bagian atas dan bawah dengan tongkat untuk tepi atas dan bawah, selesai. Tri wulandari menjawab pertanyaan sambil menerangkan dengan foto gambar karyanya yang sudah dijadikan buku. “Adakah manfaat yang terkandung dalam karya Anda “langkah pencari-Mu?” hidayat bertanya. “Pencerahan isi hati untuk semua orang, ungkapan hati, mengingatkan untuk mengingat Allah dengan bentuk gambar 7 telapak kaki dan lafal subahanallah” Tri wulandari menjawab dengan tak membutuhkan penafsiran orang lain. Banyak hal yang masih perlu ditanyakan, tetapi dalam pertanyaan yang satu ini hidayat merasa sedikit camggung “Dari sekian banyak karya yang sudah tercipta, bagaimana menghindari kesamaan karya kriya?” dengan raut muka penasaran “Memang sekian banyak pengkarya, sudah banyak pula karya, tetapi semua karya itu tentu beda dengan yang lainnya bisa disimpulakna setiap sen€iman mempunyai kekreatifan sendiri yang berbeda dengan yang lainnya, setiaop seniman mempunyai karakteristik sendiri” Tri wulandari menjawab dengan lantang.
Dalm petanyaan-pertanyaan terakhirnya HMahasiswa dari UAD itu, Hidayat memberikan petanyaan lanjutan “Dalam menentukan tema karya kriya Anda, darimana inspirasinya?”
“pikiran itu muncul dengan sendirinya, dalam penciptaan karya kriya seorang seniman ada yang berpikir dahulu baru memgaplikasikan, tetapi saya lebih cenderung spontanitas ide muncul langsung dari pikiran” jawab Tri Wulandari. Suasana gedung pameran sudah semakin sepi, karena satu jam akan tutup, Hidayat pun mempercepat pertanyaannya “Apa ada kebebasan dalam penciptaan karya kriya dalam perkembangannya?”. “Melihat karya-karya sekarang sudah berfariasi, dari sejarahnya masih ada yang tradisional, ada pengesahannya, tetapi sekarang lebih bebas tidak terikat, dikatakan lebih moderen juga tidak (sudah ada kombinasi bahan)” Tri Wulandari menjawab dengan melihat jam tangannya. Kemudian untuk menutup wawancaranya, Hidayat menanyakan pertanyaan terakhirnya “Bagaimana jika ada yang mengartikan lain karya kriya Anda pelecehan karena Anda menggunakan lafalz Allah dengan gambar telapak kaki yang digabungkan?” hidayat bertanya sambil mengemas kertasnya yang ada diatas meja.  “Menurut saya karya ini sangat menarik kaki dengan Nama Tuhan dikombinasikan dalam karya kriya ini. Penafsiran karya tergantung denga orangnya sendiri akan mengartikan apa,  Si A Si B
berpendapat apapun itu hak mereka, bebas”
Setelah kurang lebih empat belas pertanyaan dilayangkan oleh Hidayat kepada sang Seniman, malam pun sudah dating, lampu-lampu bangunan dan jalan sudah menyala, dan mereka berterima kasih kepada Tri wulandari yang berkenan untuk diwawancarai dan bersedia menjawab pertanyaan. Hidayat dan paundra tepat pukul 18:30 wib meninggalkan gedung AMC dengan kepuasan karena sudah mendapat informasi dan ilmu tentang karya seni kriya Islami.
(Nor Hidayat)

1 komentar:

  1. huagagagagaga

    jadi orang jangan binggu melulu taaah cuy nyante aja>>>!!!

    tapi is okre ,, tetap semangat and pantang menyerah brow ,,

    perjalanan masih pangjang
    masih banyak yang anda harus lalui

    okreeeeeeeeeeeeeeeeeeee..........!!!!!!!!!

    BalasHapus